Kamis, 03 Mei 2012

Ujian Nasional


Image Detail 



Kenapa orang itu mencontek? Biar nilainya bagus? Biar nggak kelihatan o’on? Gengsi dapet nilai jelek? Banyak hal atau alasan yang membuat seorang siswa itu mencontek.  Saya sendiri secara pribadi sudah berhenti mencontek pas kelas XI kemarin. Dulu memang saya juga suka nyontek karena nggak pede dengan hasil pekerjaan saya sendiri. Saya sering takut kalau dapet nilai jelek, nanti gimana? Jangan-jangan nggak naik kelas. Kepala cenat-cenut banget pas dapet nilai yang jelek. Seakan-akan saya sangant bodoh (padahal iya). Lalu apa yang membuat saya berubah dikelas XI? Apakah saya menjadi anak yang super jenius, atau mungkin saya telah mendapatkan donor otak dari seorang Albert Einstein. Salah, saya masih seorang anak yg biasa dan tidak menonjol dibidang akademik. Saya memang tidak pernah merasakan bagaimana rasanya bisa mendapat ranking yang sangat bagus ataupun memenangi olimpiade sains. Lalu apa yang membuat saya berubah? Akan saya ceritakan sosok yang membuat saya berubah dan menjadi orang yang begitu aneh bila dilihat dari mata duniawi. Orang-orang duniawi pasti akan mengecap saya aneh, kikir, pelit, tidak setia kawan, karena saya selalu menolak ketika mereka bertanya kepada saya ketika ulangan. Sosok yang begitu luar biasa yang menjadi inspirasi saya. Dia yang telah memberikan segala sesuatu dalam hidup saya. Dia yang membuat saya tahu apa yang menjadi tujuan hidup saya. Dia yang menjadikan hidup saya ini menjadi lebih berarti. Dia yang menjamin hidup saya. Dia yang merancang masa depan saya. Dia yang sedang mempersiapkan tempat bagi saya saat ini di kerajaanNya. Dia yang begitu hebat, dahsyat, kuat, setia, adil, tegas, dan penuh dengan kasih. Dialah Tuhan Yesus.

Saat itu, bermula dari bangku SMP (hidup saya masih sama seperti anak-anak yang lainnya).  Saya duduk dikelas VII waktu  itu. Saat berada dikelas ada seorang teman saya, dia pernah berkata  “ Kasihan ya, Tuhan kamu itu nggak punya pakaian”(asumsi saya dia pasti pernah nonton film the Passion of the Christ) anak itu sering mengejek saya karena perbedaan agama kita. Sering kali setiap hari dia selalu menghina, tapi saat itu saya bingung. Saya belum mengenal sosok Tuhan yang sesungguhnya. Seandainya saya sudah kenal. Anak itu pasti tidak dapat berkata-kata lagi. Seiring berjalannya waktu. Hal tersebut sudah berlalu. Saya lulus dari SMP tersebut. Biasa saja awalnya. Seperti anak-anak yang lainnya. Setelah saya lulus, saya mencari sekolahan untuk melanjutkan study saya. Bangku SMA, itulah yang menjadi idaman oeh anak-anak SMP (seperti saya juga). Awalnya saya ingin sekolah di Solo, tapi ibu saya menyarankan untuk sekolah di SMA 1 KRA saja, kan deket rumah. Oke, walaupun berat karena keputusan ibu saya akan mendaftar ke SMA 1 saja. Tapi karena terlalu asik dengan liburan yang lamanya hampir lebih dari sebulan. Saya terlena, ternyata pendaftaran di SMA 1 sudah ditutup. Saya langsung panik. Ibu saya pun juga panik kelihatanya.  Ternyata SMA 1 sudah tidak dapat menerima siswa baru lagi. Lalu saya mau sekolah dimana? Ibu saya memberikan opsi SMA 2 atau Karangpandan saja. Tapi kalau Karangpandan terlalu jauh. Akhirnya opsi yang tersisa tinggal SMA 2. Oke, saya sekolah di SMA 2 saja.  Tapi SMA 2 itu dimana ya? Saya dan Ibu saya lalu mencari dimana itu SMA 2. Hampir nyasar, tapi akhirnya ketemu. Ketika SMP. Saya sering bertanya kepada teman-teman saya “lulus mau lanjut sekolah dimana?” Karena teman-teman saya banyak  yang nakal dan sering menjadi trouble maker di sekolah, mereka menjawab “asal nggak ke SMA 2, karena disana isinya preman-preman semua” Saya langsung berpikir, saya pasti tidak akan sekolah disitu. Tapi, ternyata Tuhan berkata lain. Dia bilang “kamu akan sekolah disitu nak”. Suatu kenyataan yang agak aneh menurut saya.

Resmi menjadi siswa SMA 2, awal-awalnya saya agak canggung karena belum kenal siapa-siapa. Saya sering menghabiskan waktu disekolah dengan hanya duduk-duduk didalam kelas. Lama kelamaan saya mulai kenal satu persatu anak yang ada didalam kelas tersebut (sebut saja X8). Karena kita semua sudah saling mengenal maka hubungan kitapun menjadi begitu dekat, dekaaat sekaliii. Karena hubungan yang dekat itu, tidak jarang ketika ulangan (baik ulangan harian ataupun semesteran) kami sering bekerja sama. Awalnya saya memang merasa biasa saja, dan tidak merasa bahwa hal yang saya lakukan itu adalah suatu kesalahan atau pelanggaran. Tapi satu hari, Tuhan berkata kepada saya “nak, apakah kamu tidak tahu kalau Aku tidak suka dengan perbuatan dosa? Jika kamu tahu, kenapa kamu terus melakukannya?”.  Saya langsung berpikir. Kenapa saya tega menghianati Tuhan dengan perbuatan cemar saya. Lalu sejak saat itulah teman-teman, saya berkomitmen untuk tidak melakukan kecurangan sekecil apapun ketika ulangan (baik itu memberikan contekan ataupun mencontek). Ehm, mungkin orang yang membaca ini akan berpikir kalau saya memang aneh, tapi saya berpikir, orang yang hidup menurut dunia inilah yang aneh. Sekarang lihat saja, sudah tahu bahwa mencontek itukan tindakan yang ilegal, merupakan suatu bentuk kecurangan, para guru saja melarang (tapi anehnya lagi, ada guru yang malah mendukung muridnya untuk mencontek supaya nilainya bagus) ckckck. Mencontek itukan juga dapat diartikan sebagai penipuan, atau pencurian. Penipuan, karena orang yang mencontek itu menipu diri sendiri. Seharusnya ketika ujian dia dapat nilai 6 tapi karena dia tidak mau mendapat nilai 6 dia mencontek lalu mendapat nilai 9. Jangan punya semboyan be your self (jadi diri sendiri) kalau kamu masih suka mencontek. Lalu kenapa saya sebut mencontek itu pencurian, karena mencontek itu mengambil suatu jawaban dari orang lain. Saya yakin seua murid pasti sudah tahu kalau mencontek itu salah, tapi kenapa masih saja dilakukan? Aneh.lalu contoh lain, naik motor tidak pakai helm, tidak punya sim, kendaraan yang digunakan tidak sesuai standar. Sudah tahu itu salah, tapi tetap saja masih banyak yang melakukan.

Memang awalnya saya tidak langsung berubah begitu saja, saya melalui proses yang begitu panjang di SMA ini, kelas XI adalah masa-masa yang paling sulit tetapi juga menjadi momentum dalam hidup saya untuk memperjuangkan kekudusan saya dalam bidang akademik. Saya sering mengalami jatuh bangun. Kadang saya jatuh ketika di bidang study yang buat saya itu sangat sulit untuk dikuasai (misal: fisika, bhs asing, biologi). Kadang saya juga jatuh ketika ada seorang teman yang bertanya kepada saya, saya pernah merasa takut, jika tidak saya beri jawaban nanti mereka marah, lalu tidak suka kepada saya, lalu bisa saja memukuli saya karena begitu kesal. Tapi semuanya itu adalah resiko, apakah saya akan menghianati Tuhan saya hanya agar dipuji oleh teman-teman saya? Sekali lagi, saya melakukan semua ini, bukan karena saya pintar, bukan karena saya sombong, bukan karena saya tidak mau teman-teman mendapat nilai yang baik, bukan juga karena saya mengejar nilai atau prestasi. (nilai dan prestasi adalah bonus atau reward dari apa yang sudah kita lakukan). Jika kita berkomitmen untuk tidak mencontek, maka otomatis kita akan belajar dengan sungguh-sungguh karena kita tidak dapat menjagakan seseorang ketika ulangan tersebut, bila tidak siap, maka yang kita dapatkan adalah nilai yang jelek, itu juga merupakan resiko. Intinya saya melakukan semua ini untuk Tuhan dan saya bersyukur untuk bagian yang boleh saya lakukan ini. J

Game Online